Jumat, 17 Maret 2017

Makalah Tugas dan Tanggung Jawab Supervisor Dalam Perspektif Al-Qur'an dan Hadis



TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB SUPERVISOR
DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN HADIS

A.      Pendahuluan
Pengawasan (supervisi) merupakan kegiatan yang dilakukan secara berkelanjutan dalam rangka menjamin terlaksananya kegiatan dengan konsisten. Dalam konsep pendidikan Islam, pengawasan dilakukan baik secara material maupun spiritual artinya pengawasan tidak hanya mengedepankan hal-hal yang bersifat materil saja, tetapi juga mementingkan hal-hal yang bersifat spiritual. Hal ini yang secara signifikan membedakan antara pengawasan dalam konsep Islam dengan konsep sekuler, yang hanya melakukan pengawasan bersifat materil dan tanpa melibatkan Allah swt sebagai pengawas utama. Pengawasan bukan hanya dilakukan oleh supervisor tetapi juga Allah swt, dan menggunakan metode manusiawi yang menjunjung martabat manusia.
Pengawasan merupakan salah satu dari fungsi manajemen. Ilmu manajemen diperlukan oleh seorang supervisor dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya agar tujuan yang hendak dicapai bisa diraih secara efektif dan efisien. Di dalam Al-Qur’an dan Hadis penjelasan secara eksplisit pembahasan tentang tugas dan tanggung jawab supervisor pendidikan tidak ditemukan, namun penulis akan mencoba mengaitkannya secara filosofis.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai tugas dan tanggung jawab supervisor dilihat dari sudut pandang Al-Qur’an dan Hadis.

B.       Pengertian Tugas, Tanggung Jawab dan Supervisor
Kata tugas dalam kamus bahasa Indonesia punya dua pengertian yaitu pertama sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan. Kedua suruhan atau perintah untuk melakukan sesuatu. Jadi tugas adalah mengemban amanah yang telah diberikan kepadanya dengan sebaik-baiknya.
Sedangkan pengertian tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya.[1] Jadi segala perbuatan yang dilakukan harus diperhitungkan dan memiliki dampak baik positif maupun negatif. Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang berbicara mengenai tanggung jawab, salah satunya diungkapkan dalam surat Al-Isra’ ayat 36:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً
Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”.[2]
Dalam ayat ini jelas bahwa segala apa yang didengar, dilihat dan tersirat dalam hati manusia kelak akan dipertanggungjawabkan kepada Allah swt.
Pengertian supervisor menurut beberapa para ahli manajemen antara lain:[3]
1.    Dalam pengertian yang sederhana supervisor adalah orang yang melaksanakan kegiatan supervisi.
2.    Supervisor dalam pengertian tradisonal adalah administrator dalam segala tingkatannya atau semua atasan terhadap bawahannya.
3.    Supervisor dalam pengertian baru adalah semua atasan yang langsung berhubungan dengan guru-guru dan personalia lainnya yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan  orang yang berada dibalik kegiatan supervisi adalah supervisor, mereka adalah pengawas, manajer, direktur atau kepala sekolah, administrator atau evaluator. Supervisor juga disebut sebagai orang yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap orang yang disupervisi. Sedangkan tugas dan tanggung jawab supervisor adalah tugas atau amanah  dan kewajiban yang dipikul oleh seorang supervisor.
Pelaksanaan suatu pekerjaan ada yang mengawasinya sehingga proses perbuatan itu terjamin pelaksanaannya. Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang berbicara tentang kepengawasan, diantaranya:
QS. Al-Infitar ayat 10-12 yaitu:
وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ ﴿١٠﴾ كِرَاماً كَاتِبِينَ ﴿١١﴾ يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ ﴿١٢﴾
Artinya: “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu). Yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu). Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
QS. Ar-Ra’d ayat 11 yaitu:
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِّن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللّهِ.....  
Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah...”
QS. Qaf ayat 18, yaitu:
مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ ﴿١٨﴾
Artinya: “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.
 
C.      Tugas dan Tanggung Jawab Supervisor Pendidikan
Menurut Gwyn ada 10 tugas utama supervisor yaitu:
1.      Membantu guru mengerti dan memahami peserta didik.
2.      Membantu mengembangkan dan memperbaiki baik secara individual maupun secara bersama-sama.
3.      Membantu seluruh staf sekolah agar lebih efektif dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
4.      Membantu guru dalam meningkatkan cara mengajar yang efektif.
5.      Membantu guru secara individual.
6.      Membantu guru agar dapat menilai para peserta didik lebih baik.
7.      Menstimulir guru agar dapat menilai diri dan pekerjaannya.
8.      Membantu guru agar merasa bergairah dalam pekerjaannya dengan rasa aman.
9.      Membantu guru dalam melaksanakan kurikulum di sekolah.
10.  Membantu guru agar dapat memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat tentang kemajuan sekolahnya.[4]
Sedangkan menurut Made Pidarta tugas dari seorang supervisor pendidikan adalah:[5]
1.      Mengembangkan kurikulum
2.      Mengorganisasi pengajaran
3.      Menyiapkan staf pengajar
4.      Menyiapkan fasilitas belajar
5.      Menyiapkan bahan-bahan pelajaran
6.      Menyelenggarakan penataran-penataran guru
7.      Memberikan konsultasi dan membina anggota staf pengajar
8.      Mengkoordinasi layanan terhadap para siswa
9.      Mengembangkan hubungan dengan masyarakat
10.  Menilai pengajaran
Adapun yang menjadi tanggung jawab supervisor pendidikan secara umum, diantaranya:[6]
1.      Perencanaan
2.      Administrasi (maksudnya dalam manajemen)
3.      Supervisi
4.      Pengembangan kurikulum
5.      Demonstrasi mengajar
6.      Riset

D.      Tugas dan Tanggung Jawab Supervisor Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadis
Tugas dan tanggung jawab supervisor secara umum yaitu melakukan pengawasan. Pengawasan dalam Islam dilakukan untuk mengontrol dan meluruskan yang bengkok, mengoreksi yang salah dan membenarkan yang hak. Pengawasan dilakukan untuk menjamin agar pelaksanaan kerja berjalan dengan standar yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Pengawasan juga sebagai upaya agar sesuatu dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan instruksi yang telah dikeluarkan. Dengan adanya pengawasan dapat memperkecil timbulnya hambatan, sedangkan hambatan yang telah terjadi dapat segera diketahui kemudian dilakukan perbaikan. Pengawasan di dalam Islam paling tidak terbagi kepada dua hal yaitu:
1.    Pengawasan yang berasal dari diri sendiri, yang bersumber dari tauhid dan keimanan kepada Allah swt.
2.    Pengawasan yang berasal dari luar, seperti diawasi oleh orang lain atau siapapun yang melakukan pengawasan. Begitu juga dalam pendidikan, supaya pendidikan berlangsung dengan baik dan lancar, sesuai dengan yang diharapkan maka salah satunya dilakukan dengan cara melakukan pengawasan.

Orang yang yakin bahwa Allah swt pasti mengawasi hamba-Nya, maka orang itu akan bertindak hati-hati. Dia yakin Allah swt pasti selalu mengawasi apa yang dia kerjakan. Tidak ada seorangpun di muka bumi ini yang dapat menyembunyikan sesuatu dari Allah swt karena Dia maha mengawasi dan mengetahui isi segala hati. Sebagaimana firman Allah swt dalam QS. Al-Mujadalah ayat 7 yaitu:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَا يَكُونُ مِن نَّجْوَى ثَلَاثَةٍ
إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى مِن ذَلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ
أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴿٧﴾
Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”
Selain itu dalam QS. Al-Ahzab ayat 52, Allah swt berfirman:
..... وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ رَّقِيباً ﴿٥٢﴾
Artinya: “... Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu”.
Menjadi  pemimpin maupun supervisor merupakan suatu amanah dari Allah swt, maka berkaitan dengan permintaan tanggung jawab oleh Allah swt. Berkenaan dengan amanah yang dipikulkannya, maka seorang mestilah menjalankan amanah dengan baik, karena ia akan menjelaskannya dihadapan Allah swt. Seperti terdapat dalam QS Al-Nisa’ ayat 58 berikut.

إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُواْ بِالْعَدْلِ
إِنَّ اللّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ سَمِيعاً بَصِيراً ﴿٥٨﴾
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum dantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Ayat di atas memerintahkan menunaikan amanat, ditekankannya bahwa amanat tersebut harus ditunaikan kepada ahliha yakni pemiliknya. Ketika memerintahkan menetapkan hukum dengan adil, dinyatakan “apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia”. Ini berarti bahwa perintah berlaku adil itu ditunjukkan terhadap manusia secara keseluruhan.[7] Sebuah hadis tentang kepemimpinan dapat disimak dengan baik, dan hal ini bisa menjadi acuan untuk seorang supervisor.
حَديث عبد الله ابن عمررضي الله عنه ان رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عن رعيته ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهم، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عنهم، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بعلها وولده وهي  مَسْئُولٌة عنهم، وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عنه، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ  عن ر عيته.....(متفق عليه)
Artinya: “Abdullah bin Umar ra berkata bahwa Rasulullah saw telah bersabda: kalian semuanya adalah pemimpin (pemelihara) dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Pemimpin akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya. Suami pemimpin keluarga dan akan ditanya tentang keluarga yang dipimpinnya. Istri memelihara rumah suami dan anak-anaknya dan akan ditanya tentang hal yang dipimpinnya. Seorang hamba (buruh) memelihara harta majikannya dan akan ditanya tentang pemeliharaannya. Camkanlah bahwa kalian semua pemimpin dan akan dituntut (diminta pertanggungjawaban) tentang hal yang dipimpinnya”. (HR. Bukhari Muslim).[8]
Hadis di atas sangat jelas menerangkan tentang tanggung jawab kepemimpinan setiap muslim dalam berbagai posisi dan tingkatannya. Mulai tingkatan pemimpin rakyat sampai tingkatan penggembala, bahkan tersirat sampai tingkatan memimpin diri sendiri. Semua orang memiliki tanggung jawab dan akan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah atas kepemimpinannya kelak di akhirat. 
Begitu juga dengan supervisor merupakan seorang pemimpin atas dirinya dan orang yang disupervisinya (guru). Pemimpin dalam segala aspek, mulai dari yang paling bawah sampai yang paling tinggi, di dalam hadis di atas dikenal dengan istilah الراعى atau penggembala. Karena memang tugas dasar dan tanggung jawab seorang pemimpin tidak jauh berbeda dengan tugas penggembala, yaitu memelihara, mengawasi, dan melindungi gembalaannya.
Oleh karena itu, seorang pemimpin harus betul-betul berlaku adil dan berbuat sesuatu sesuai dengan aspirasi rakyatnya. Sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT dalam QS. An-Nahl ayat 90 yaitu:
 إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ
 وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿٩٠﴾
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
Aspirasi dari rakyat (guru) sangat dibutuhkan karena dengan memudahkan rakyat dilibatkan dalam setiap keputusan yang ada, sehingga terjalin hubungan yang saling memahami kewajiban dan hak masing-masing, seperti yang tergambar dalam hadis Nabi di bawah ini:
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِيْنَ تُحِبُّوْنَهُمْ وَيُحِبُّوْنَكُمْ وَيُصَلُّوْنَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّوْنَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِيْنَ تُبْغِضُوْنَكُمْ وَتُلْعِنُوْنَهُمْ وَيُلْعِنُوْنَكُمْ قِيْلَ يَا رَسُوْلُ اللهِ أَفَلاَنُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ ؟ فَقَالِ: لاَ مَا أَقَامُوْا الصَّلاَةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلاَتِكمْ شَيْأً تُكْرِهُوْنَهُ فَاكْرَهُوْا عَمَلَهُ وَلاَ تَنْزِعُوْا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ (رواه مسلم).[9]
Artinya: “Dari Auf ibn Malik, dari Rasul saw bersabda “sebaik-baik pemimpin kalian adalah orang yang mencintai kalian begitu pula sebaliknya dan mereka selalu mendoakan kalian dan kalian juga selalu mendoakan mereka, dan sejela-jeleknya pemimpin kalian adalah yang kalian benci dan mereka juga membernci kalian dan kalian melaknat mereka begitu pula sebaliknya, Rasul ditanya: apakah mereka boleh diperangi? Rasul menjawab tidak selama masih mengerjakan shalat dan jika kalian melihat pada diri mereka sesuatu yang tidak disukai maka bencilah pekerjaannya dan membangkang/tidak patuh”. (HR. Muslim)
Hadis di atas menuntut adanya keserasian atau kerjasama yang baik antara pemimpin dan yang dipimpin, semua itu dapat terwujud dengan diangkatnya pemimpin yang dapat diterima oleh masyarakat karena pemimpin merupakan representasi dari suara rakyat. Dalam hal ini seorang pengawas harus menjalankan kompetensi yang dimilikinya yakni kompetensi sosial.
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab kepemimpinannya, seorang pemimpin harus dapat memahami, menghayati, dan menyelami kondisi jiwa "gembalaannya" yang berbeda-beda. Rakyat/gembalaan memiliki kapasitas dan kapabilitas tersendiri, sehingga pemimpin harus terus menggali dan mengembangkan kualitas pemahaman terhadap rakyatnya yang beragam tersebut dengan perspektif psikologi Islam atau psikologi kenabian.[10]
Suatu pelajaran yang berharga dari Rasulullah saw, agar pemimpin memperhatikan orang-orang yang dipimpinnya yang memiliki kondisi berbeda-beda diisyaratkan pada sabda beliau:
أَخْبَرَنِى أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله
عليه وسلم  إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِلنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ فِى النَّاسِ الضَّعِيفَ وَالسَّقِيمَ وَذَا الْحَاجَةِ
Artinya: “Abu Salamah ibn ‘Abd al-Rahman menyampaikan kepadaku bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah mengatakan; Rasulullah saw bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian menjadi imam, hendaklah ia meringankan shalatnya. Karena di antara manusia itu ada yang lemah, ada yang sakit, dan adapula orang yang punya hajat".
Seorang pemimpin hendaknya mempelajari banyak ilmu. Selain ilmu psikologi, pemimpin juga hendaknya melengkapi diri dengan pengetahuan sosiologi sebagai ilmu pelengkap untuk dapat menguasai teknik dan seni memimpin. Pemimpin yang tidak paham dengan kondisi dan eksistensi jiwa rakyatnya, kemungkinan dapat berbuat di luar batas-batas kemanusiaan dengan bertindak sewenang-wenang di luar batas kesanggupan manusia yang dipimpin itu. Oleh karena itu, seorang pemimpin hendaknya jangan menganggap dirinya sebagai manusia super yang bebas berbuat dan memerintah apa saja kepada rakyatnya. Akan tetapi sebaliknya, ia harus berusaha memposisikan dirinya sebagai pelayan dan pengayom masyarakat. Begitu pula halnya supervisor kepada yang disupervisinya.
Bahkan pemimpin yang tidak mampu memelihara, melindungi, dan mampu memberikan rasa aman terhadap rakyatnya, bukanlah pemimpin sejati menurut Islam. Pemimpin yang membuat susah dan sengsara rakyatnya karena tindakan-tindakannya yang sewenang-wenang akan dipersulit dan disengsarakan pula oleh Allah swt. 'Aisyah ra memberitakan bahwa Rasulullah saw pernah berdoa:
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِىَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِى شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِىَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِى
شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ
Artinya: "Ya Allah, siapa yang menguasai sesuatu dari urusan umatku lalu mempersulit mereka, maka persulitlah baginya. Dan siapa yang mengurusi umatku dan berlemah lembut kepada mereka, maka permudahlah baginya".[11]
Seorang pemimpin harus melakukan pengawasan terhadap diri terlebih dahulu sebelum melakukan pengawasan terhadap orang lain. Pengawasan terhadap diri sendiri dengan melakukan introspeksi atau penghitungan diri sendiri dengan tujuan meningkatkan kreativitas dan produktivitas (amal shaleh) pribadi. Apabila dalam proses evaluasi tersebut ditemukan beberapa keberhasilan, maka keberhasilan itu hendaknya dipertahankan atau ditingkatkan tetapi apabila ditemukan beberapa kelemahan dan kegagalan, maka hendaknya hal itu segera diperbaiki dengan cara meningkatkan ilmu, iman dan amal. Umar bin Khattab berkata:
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ: حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا وزنوا أعمالكم
قبل أن توزن
Artinya: “Periksalah dirimu sebelum memeriksa orang lain. Lihatlah terlebih dahulu atas kerjamu sebelum melihat kerja orang lain”.[12]
Statemen ini berkaitan dengan kegiatan evaluasi terhadap diri sendiri. Asumsi yang mendasar statemen tersebut adalah bahwa Allah swt mengutus dua malaikat Raqib dan Atid sebagai pengawas terhadap manusia. Oleh karena itu, manusia dituntut selalu waspada dan memperhitungkan segala tindakannya, agar kehidupannya kelak tidak merugi.[13]
Selain itu, tugas dan tanggung jawab pemimpin atau supervisor adalah memberikan bimbingan atau pengarahan, petunjuk dan peringatan kepada bawahannya. Bimbingan menurut Hadari Nawawi berarti memelihara, menjaga dan memajukan organisasi (pendidikan) melalui setiap personal baik secara struktur maupun fungsional, agar setiap kegiatannya tidak terlepas dari usaha mencapai tujuan. Kegiatan bimbingan dapat berbentuk sebagai berikut:
1.    Memberikan dan menjelaskan perintah.
2.    Memberikan petunjuk melaksanakan kegiatan.
3.    Memberikan kesempatan meningkatkan pengetahuan, keterampilan atau kecakapan dan keahlian agar lebih efektif dalam melaksanakan berbagai kegiatan organisasi.
4.    Memberikan kesempatan ikut serta menyumbangkan tenaga dan fikiran untuk memajukan organisasi berdasarkan inisiatif dan kreativitas masing-masing.  
5.    Memberikan koreksi agar setiap personal melakukan tugas-tugasnya secara efisien.[14]
Al-Qur’an memberikan pedoman terhadap proses pembimbingan atau pengarahan ataupun memberikan petunjuk dan peringatan dalam melakukan supervisi. Sebagaimana diterangkan dalam QS. Al-Kahfi ayat 2 yaitu:
قَيِّماً لِّيُنذِرَ بَأْساً شَدِيداً مِن لَّدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ
أَجْراً حَسَناً ﴿٢﴾
Artinya: “Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik”.
 QS. Az-Zariat ayat 55, berbunyi:
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنفَعُ الْمُؤْمِنِينَ ﴿٥٥﴾
Artinya: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfa`at bagi orang-orang yang beriman”.
Dalam QS. As-Sajadah ayat 24, Allah swt juga berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ ﴿٢٤﴾
Artinya: “Dan Kami jadikan diantara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami”.

E.       Kesimpulan
Supervisor adalah orang yang berada di balik kegiatan supervisi. Supervisor juga disebut sebagai orang yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap orang yang disupervisi. Sedangkan tugas dan tanggung jawab supervisor adalah tugas dan kewajiban yang dipikul oleh seorang supervisor.
Tugas supervisor pendidikan pada dasarnya menyediakan bantuan dan dukungan bagi pertumbuhan profesional guru. Sedangkan tanggung jawab supervisor yaitu perencanaan, administrasi, supervisi, pengembangan kurikulum, demonstrasi mengajar dan riset
Tugas dan tanggung jawab supervisor dalam perspektif al-Qur’an dan Hadis minimal ada dua, yaitu pertama mengemban amanah yang telah diberikan kepadanya dengan sebaik-baiknya dengan cara melaksanakan pengawasan kepada orang yang berada dibawah kepemimpinannya. Kedua memberikan bimbingan atau pengarahan, petunjuk dan peringatan kepada orang yang berada di bawah kepemimpinanya.
Di dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, seorang pemimpin atau supervisor harus memegang amanah dan berlaku adil terhadap orang yang yang berada di bawah kepemimpinannya karena akan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah swt di akhirat nanti.


[1]Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 118
[2]Al-Qur’an dan Terjemahnya, surat Al-Isra’ ayat 36
[3]Jerry H. Makawimbang, Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 89
[4]E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 159-160
[5]Made Pidarta, Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 57
[6]Ibid.,h. 100
[7]M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Ciputat: Lentera Hati, 2000), Volume 2, h. 458
[8]Zainal Abidin, 530 Hadits Shahih Bukhari-Muslim, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), h. 116
[9]Abu Zakariya Yahya Ibn Syaraf al- Nawawi, Syarh Shahih Muslim, Juz III. Cet II (Beirut: Dar Ihya’ al-Turas al-‘arabi, 1392 H), h. 1481
[10]Rachmat Ramadhana al-Banjari, Prophetic Leadership (Yogyakarta: DIVA Press, 2008), h. 21
[11]Muslim al-Qusyairi, op. cit., jil. III, h. 1458.
[12]H.R. Tirmidzi, (CD Maktabah Syamilah: Kitab Sunan Tirmidzi, Juz IV, Hadis No. 2459, h. 638)
[13]Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Millennium Baru, (Jakarta: Logis, 1999), h. 14
[14]Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Gunung agung, 1983), h. 36

2 komentar: